seribu kunang-kunang di manhattan

Inilah New York, dan Umar Kayam bercerita dari dalamnya. New York adalah satu raksasa pemakan manusia. Raksasa ini entah karena kena penyakit apa, tidak pernah merasa kenyang biar dia sudah makan berapa ribu manusia. Karena itu mulutnya terus saja menganga tidak sempat menutup. Segala manusia, putih hitam, kuning, coklat, besar, kecil, ditelannya tanpa pilih-pilih lagi”.

Umar Kayam mengutip perubahan itu dalam cerita Istriku, Madame Schlitz, dan Sang Raksasa, cerita kedua dan yang terpanjang dalam kumpulan ini. Secara tipikal, dia tidak menyatakan adakah dia setuju atau tidak dengan karikatur tentang New York tersebut. Namun 6 buah cerita pendek yang ditulisnya selama ia hidup di kota itu semuanya dengan latar Manhatan (sebuah “belantara”, katanya) menampilkan kota jutaan itu sebagai dunia yang menarik, tapi murung. “Aku melihat ke luar jendela. Ribuan pencakar langit kelihatan seperti gunduk-gunduk bukit yang hitam, kaku dan garang.”

Begitulah, New York sebuah paradoks. Jutaan manusia hidup di dalamnya, tapi ia nampaknya lengang. Di apartemennya sang isteri Indonesia kesepian, juga seorang wanita ganjil yang memasang namanya sebagai Madame Schlitz: seorang wanita entah dari mana, tinggal hanya bersama seekor anjing yang dilatihnya menyanyi, sembari ia sendiri belajar yoga dan kepada tamunya menceritakan biografinya yang mungkin tidak betul — untuk kemudian menghilang tanpa bekas.